Melalui Ketelanjangan, Affandi Mendobrak Batasan Budaya Konservatif Terhadap Perempuan
- Loga Prity Dewi
- Aug 9, 2021
- 3 min read
Updated: Sep 1, 2021
18 November 2020
Seorang wanita berbaring. Mata yang berat tertutup menatap ke bawah. Rambut hitam yang terurai. Kaki kiri yang setengah terangkat. Kulit yang berwarna merah. Tubuh tanpa sehelai benang yang dikelilingi bunga. Inilah Reclining Nude salah satu karya ikonik Affandi, seorang maestro lukis Indonesia, yang menggambarkan perspektif berbeda tentang wanita dan manusia.
Affandi merupakan seorang pelukis kenamaan Indonesia yang lahir tahun 1907 di Cirebon, Jawa Barat. Sebelum menjadi pelukis, dia pernah bekerja sebagai guru dan juga pengecek tiket serta menggambar iklan untuk film di salah satu bioskop di Bandung, Jawa Barat.
Pergerakan seni yang melanda selama dan sesudah Perang Dunia Dua menginspirasi Affandi untuk beralih ke seni lukis. Melalui lukisan, dia mencoba menangkap kepedihan dan kekayaan Indonesia. Kepedihan tersebut tidak hanya terbatas pada manusia melainkan binatang atau objek-objek benda. Hal inilah yang menjadikannya seorang humanis.
Affandi juga dikenal sebagai pelukis ekspresionis hal ini ditunjukkan dari gayanya dalam melukis. Tube cat yang langsung digunakan tanpa kuas dan basuhan tangan pada kanvas dalam proses melukisnya. Garis yang berliku-liku dan tekstur garis yang menonjol inilah menjadi ciri khas lukisannya.
Kehidupan disekitarnya menjadi cerita yang ia tuangkan dalam kanvas. Affandi menyuguhkan hal-hal sederhana, tetapi mempesona dari kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang mencerminkan masyarakat Indonesia sebenarnya bukan Indonesia yang ideal. Ia mencoba menggambarkan kehidupan sebagaimana adanya.
Ekspresi kejujuran inilah yang mengantarkan Affandi pada ketertarikannya untuk melukis gambar telanjang yang dimulai pada tahun 1940. Affandi memulai hal tersebut dengan melukis telanjang istrinya, Maryati, kekasih penyair Chairil Anwar, dan putrinya sendiri.
Proses melukis tersebut terus berkembang ketika Affandi melakukan perjalanan ke luar Jawa Barat. Dalam perjalanannya, dia menemukan lingkungan yang mendukung untuk melukis telanjang. Ketika proses tersebut, ia menyewa pedagang pasar dan prostitusi dari Bali hingga Baltimore, kota di Maryland, Amerika Serikat untuk menjadi model tanpa busana.
Salah satu karyanya dalam melukis telanjang adalah Reclining Nude. Karya ini berbeda dari lukisan telanjang lainnya milik Affandi. Jika biasanya nuansa kuning melekat pada setiap lukisan telanjangnya, Reclining Nude menjadi satu-satunya lukisan telanjang dengan nuansa warna merah yang kuat.
Warna merah tersebut diaplikasikan langsung dari tabung cat yang merupakan sebuah perwujudan hasrat yang kuat. Wanita dalam lukisan tersebut digambarkan sebagai seorang yang memiliki percaya diri. Ketelanjangannya disimbolkan sebagai kesuburan dan kelembutan, menentang pandangan yang hanya berpusat pada pembangkit gairah seks atau komoditas yang diperjualkan. Wanita dapat menegaskan kembali kewanitaannya yang berseberangan dengan pandangan pria.
Reclining Nude dibuat pada tahun 1966 masa transisi orde baru di Indonesia. Pada masa tersebut perempuan tidak memiliki kebebasan berekspresi dan bersuara. Gerakan perempuan yang memperjuangkan hak-hak mereka dimatikan dengan mengkampanyekan politik perempuan sebagai hal yang kotor, menjauhkan perempuan dari ranah politik, dan mencoba mengembalikan perempuan ke dapur.
Selain itu, ideologi Panca Dharma Wanita (Dharma Wanita merupakan organisasi istri pegawai negeri) ketika itu yang berupa 1) wanita sebagai pendamping setia suami, 2) wanita sebagai pencetak generasi penerus bangsa, 3) wanita sebagai pendidik dan pembimbing anak, 4) wanita sebagai pengatur rumah tangga, 5) wanita sebagai anggota masyarakat yang berguna. (Fitri Lestari, Menilik Kembali Peran Organisasi Perempuan di Masa Orde Baru, jurnalperempuan.org) Panca Dharma tersebut membatasi dan mendomestikasi perempuan dengan hanya mengurus suami, anak, dan hal-hal yang berurusan dengan rumah tangga.
Reclining Nude, Affandi merupakan bentuk dobrakan batasan yang mengikat perempuan. Melalui lukisan ini perempuan diberikan suara dan penegasan terhadap dirinya sendiri. Dikutip dan diterjemahkan dari sothebys.com, Affandi pernah berkata “Kita terlahir telanjang, bukan? Apa yang bisa lebih alami dan murni daripada manusia telanjang, yang benar-benar tidak tertutup? “
Referensi:
Galeri Nasional Indonesia. (n.d.). Affandi. Galeri Nasional Indonesia. Retrieved 2020, from http://galeri-nasional.or.id/artist/573-affandi
Janti, N. (2018, April 25). Perempuan Ditekan, Perempuan Melawan. Historia. Retrieved 2020, from https://historia.id/politik/articles/perempuan-ditekan-perempuan-melawan-Dbe1q/page/1
Lestari, F. (2016, April 11). Menilik Kembali Peran Organisasi Perempuan Di Masa Orde Baru. Jurnal Perempuan. Retrieved 2020, from https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/menilik-kembali-peran-organisasi-perempuan-di-masa-orde-baru
Sotheby. (2016, September 14). Affandi and His Portrayal of Life. Sothebys. Retrieved 2020, from https://www.sothebys.com/en/articles/affandi-and-his-portrayal-of-life
Comments