top of page

Transmedia Storytelling Inovasi dalam Bercerita

  • Loga Prity Dewi
  • Aug 10, 2021
  • 4 min read

Updated: Sep 1, 2021

30 November 2020


ree


Apakah anda penggemar film “Star Wars”? Atau penggemar anime Jepang “Pokemon”? Atau mungkin anda adalah Army, penggemar boyband asal Korea Selatan, BTS. Tidak peduli anda penggemar atau bukan, tetapi pernah anda bertanya-tanya mengapa ketiga hal tersebut sangat populer? Salah satu alasannya adalah penggunaan transmedia story telling atau bercerita lintas media dalam menyampaikan dan mengemas cerita.

Lalu, apakah transmedia storytelling itu? Transmedia storytelling adalah proses dan teknik dalam membuat dan menyampaikan konten atau cerita melalui berbagai media dan platform komunikasi. Singkatnya adalah menyampaikan sebuah cerita atau konten dengan berbagai macam saluran komunikasi. Hal ini membuat cerita dapat dijangkau lebih luas oleh khalayak sehingga cerita yang disampaikan dapat dikonsumsi secara mendalam.

Transmedia storytelling pertama kali didefinisikan oleh Henry Jenkins, seorang Profesor Rektor Komunikasi, Jurnalisme, dan Seni Sinematik di Sekolah Komunikasi USC Annenberg dan Sekolah Seni Sinematik USC, pada tahun 2003.

Dalam bukunya yang berjudul Convergence Culture, Jenkins menyebutkan bahwa istilah “transmedia” berarti lintas media. Hal ini berbeda dengan lintas media tradisional seperti waralaba media, yaitu sekumpulan media yang karyanya diturunkan dari karya fiksi asli lalu dijadikan film, karya sastra, video games, dan sebagainya. Selain itu, penceritaan yang dilakukan transmedia storytelling tidak berdasar hanya pada satu tokoh atau alur cerita, melainkan pada dunia yang lebih luas dan kompleks. Terdapat banyak tokoh dan alur cerita yang dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Berbeda dengan waralaba media yang hanya berdasarkan pada satu tokoh atau alur cerita.

Transmedia storytelling juga berbeda dengan adaptasi cerita. Dalam adaptasi, cerita berasal langsung dari karya aslinya contohnya adalah spin-off. Spin-off adalah pengambilan cerita asli yang berfokus pada detail dan aspek yang berbeda dari karya asli. Hal ini membuat pengguna atau audiens harus mengetahui cerita aslinya sebelum dapat memahami cerita spin-off yang diadaptasi.


Sementara itu, dalam transmedia storytelling, pengguna atau audiens harus bisa menikmati cerita dalam satu media tanpa harus melihat media lainnya. Media-media ini harus dapat berdiri sendiri sehingga pengguna atau audiens dapat menikmati cerita dari media apapun dan tanpa harus memperhatikan urutan ceritanya.


Transmedia storytelling menggunakan berbagai macam tipe media dalam menyalurkan cerita atau konten. Terdapat bahan cetak seperti buku, poster, dan komik; konten digital seperti website, siniar, video, dan video games; komunikasi langsung seperti pesan instan, pesan text dan email; sosial media seperti Twitter, Youtube, situs, dan forum penggemar. Terakhir ada media eksperimen seperti konser, pameran, dan taman hiburan.

Melalui media ini, transmedia storytelling dapat memperluas pasar bagi cerita atau konten yang dibuat dengan memperluas titik masuk bagi pengguna ke dalam cerita yang disampaikan. Misalnya, komik Pokemon yang diproduksi menjadi anime, kartun Jepang. Anime tersebut diproduksi guna menarik penggemar kartun Jepang tersebut. Pokemon juga diproduksi menjadi games yang dapat menarik penggemar games yang tidak terlalu menggemari anime. Dengan transmedia storytelling, penggemar games tidak perlu membaca atau menonton anime Pokemon terlebih dahulu untuk memahami gamesnya sehingga Pokemon dapat tetap dikonsumsi.


Transmedia storytelling adalah hal yang ideal dalam era kecerdasan kolektif di tengah perkembangan teknologi yang pesat saat ini. Istilah kecerdasan kolektif diciptakan oleh Pierre Lévy, filsuf Perancis, ahli teori budaya dan sarjana media,. Menurutnya, kecerdasan kolektif merujuk pada produksi dan persebaran pengetahuan yang dilakukan oleh masyarakat yang dihubungkan dalam suatu jaringan seperti internet atau lainnya. Lévy berpendapat bahwa kecerdasan kolektif dapat menarik individu yang berpikiran sama dalam membentuk komunitas dengan pengetahuan baru. Dengan begitu, transmedia storytelling dapat menumbuhkan interaksi yang lebih luas dalam jaringan yang tidak terbatas di era teknologi digital saat ini.

Selain itu, transmedia storytelling dapat berfungsi dalam produksi, penilaian, dan pengarsipan informasi serta memperluas pencarian dunia fiksi yang dibuat sambil terus menyebarkan informasi. Contohnya, penggemar boyband BTS, Army, yang memperluas cerita dari musik video. Banyak sekali penggemar yang memproduksi konten dengan membuat penjelasan terkait teori musik video tersebut. Mereka mengambil potongan musik video, lirik lagu, maupun poster BTS dengan menggunakan website, Youtube, Twitter, dan sebagainya. Selain itu, terbentuknya diskusi di media sosial membantu penyebaran informasi tentang BTS sendiri. Hal ini membuat cangkupan terhadap BTS lebih luas dan dapat menarik penggemar yang lebih banyak.

Bentuk transmedia storytelling di Indonesia salah satunya adalah Siniar Sandiwara Sastra oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai sebuah inovasi dan program belajar dari rumah saat pandemi covid saat ini. Siniar tersebut merupakan alih wahana dari penulis-penulis sastra Indonesia menjadi bentuk sandiwara audio yang diperankan oleh aktor-aktor terkemuka Indonesia. Selain siniar, kemendikbud juga menggunakan Radio Republik Indonesia (RRI) agar dapat lebih dijangkau masyarakat luas.

Selain itu, kompetisi penulisan naskah cerita pendek yang diadakan melalui program Rentas Budaya. Program kolaborasi Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia, Wikimedia Indonesia, Asosiasi Permainan Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), PT Elex Media Komputindo & Rekata (Proyek Penulisan Gramedia), dan Goethe-Institut Indonesien. Cerita yang terpilih nantinya akan dialih wahanakan menjadi siniar audio bersama Difalitera, sebuah produk audiobook bagi difabel netra dan masyarakat umum.

Transmedia storytelling merupakan sebuah proses dan teknik yang tepat dalam era digital saat ini ketika berbagai macam media dan saluran berkaitan satu sama lain. Selain itu, penyampaian cerita atau konten menjadi lebih menarik dan beragam serta dapat menjangkau banyak orang. Juga, membantu menumbuhkan inovasi agar teknologi tidak lagi menjadi penghalang bagi mereka yang memiliki keterbatasan.

Keterlibatan banyak pihak ketika kolaborasi dalam membuat konten dapat menjadi jembatan dan wadah bagi perbedaan budaya dan menumbuhkan banyak pencipta karya. Selain itu, transmedia storytelling dapat menjadi wadah pertukaran informasi dan pengetahuan bagi banyak orang melalui berbagai macam media dan saluran.


Referensi:

Gliddon, C. (2020, Agustus 25). Transmedia Storytelling: The Ultimate Guide. Nicely Said. Retrieved 2020, from https://www.nicelysaid.net/transmedia-storytelling/

Jenkins, H. (2007, Maret 21). Transmedia Storytelling 101. Henry Jenkins. Retrieved 2020, from http://henryjenkins.org/blog/2007/03/transmedia_storytelling_101.html

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020, Juli 07). Luncurkan Inovasi Siniar Sandiwara Sastra, Kemendikbud Hidupkan Kembali Karya Sastra Indonesia. Kemdikbud. Retrieved 2020, from https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/07/luncurkan-inovasi-siniar-sandiwara-sastra-kemendikbud-hidupkan-kembali-karya-sastra-indonesia

Suciatinigrum, D. (2019, September 07). Difalitera Bawa Misi Difabel Netra Bisa Ikut Nikmati Karya Sastra. IDN Times. Retrieved 2020, from https://www.idntimes.com/news/indonesia/dini-suciatiningrum/difalitera-bawa-misi-difabel-netra-bisa-ikut-nikmati-karya-sastra

Wikipedia. (n.d.). Transmedia storytelling. Wikipedia. Retrieved 2020, from https://en.wikipedia.org/wiki/Transmedia_storytelling#cite_note-jenkins1-1

Wikipedia. (n.d.). Waralaba media. Wikipedia. Retrieved 2020, from https://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba_media

Wikipedia. (n.d.). Pierre Lévy. Wikipedia. Retrieved 2020, from https://en.wikipedia.org/wiki/Pierre_L%C3%A9vy


Comments


Post: Blog2 Post

©2021 by Timbul Tenggelam. Proudly created with Wix.com

bottom of page