Minat Baca Tinggi Saja Tidak Cukup untuk Membaca Buku
- Loga Prity Dewi
- Aug 10, 2021
- 4 min read
Updated: Sep 1, 2021
22 November 2020

Sumber Foto: https://unsplash.com/photos/lXvMlLRhOi8
Buku membawa sejumlah hal ke dalam kehidupan seseorang. Melalui sebuah buku, kita dapat berjalan dan menjelajah tanpa perlu meninggalkan tempat. Kita dapat melihat sudut pandang berbeda yang tidak ditemui disekitar kita. Seperti yang sering dikatakan banyak orang, buku adalah jendela dunia.
Namun, bagaimanakah jika jendela tersebut tertutup? Akses terhadap buku masih menjadi masalah alot di Indonesia. Minat baca yang tinggi ternyata belum menjadi alasan yang cukup agar bisa membaca buku. Padahal, membaca buku merupakan kegiatan yang penting dan berarti dalam kehidupan manusia.
Hambatan akses buku
Harga buku yang mahal menjadi faktor pertama dalam rintangan mengakses buku. Rata-rata buku yang berkualitas berharga tinggi sehingga orang-orang yang ingin membeli perlu berpikir dua kali. Biaya cetak, distribusi, dan pajak merupakan sebab harga buku mahal. Buku yang sudah dicetak harga awalnya dapat berubah setelah melalui proses distribusi karena penambahan ongkos distribusi.
Faktor kedua, keberadaan toko buku yang masih sedikit dan tidak merata. Misalnya, toko buku Gramedia, berdasarkan data Komite Buku Nasional, jumlah toko buku Gramedia sekitar 113 toko, sementara jumlah toko buku lainnya jauh lebih sedikit. Toko-toko buku tersebut juga biasanya terdapat di kota-kota besar seperti ibu kota provinsi atau kabupaten sehingga akses masyarakat di pelosok tidak dapat diwadahi.
Faktor ketiga adalah perpustakaan yang belum memenuhi standar nasional. Kurang lebih ada 164.000 perpustakaan di Indonesia dan dari jumlah tersebut hanya 30.838 yang dianggap memenuhi standar nasional. Sementara, yang terakreditasi sebagai Standar Nasional Perpustakaan (SNP) hanya 910 perpustakaan ini artinya hanya 0,58%.
Faktor keempat, kurangnya ketersediaan koleksi buku di setiap perpustakaan. Kurang lebih ada 16.000.000 buku di seluruh Indonesia sementara penduduk Indonesia sekitar 267 (dua ratus enam puluh juta) itu artinya sekitar 6000 koleksi per 100.000 penduduk. Hal ini menunjukkan perpustakaan belum optimal dalam pemenuhan akses buku untuk masyarakat.
Keempat faktor tersebut dapat mengakibatkan rendahnya kemampuan baca siswa Indonesia dan rendahnya akses bacaan masyarakat. Berdasarkan laporan PISA 2018, sebuah program yang menilai komepetis membaca, matematika, dan sains pelajar internasional, Indonesia berada di peringkat 72 dari 77 negara dalam kompetisi membaca. PISA juga menunjukkan bahwa 70% siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca yang rendah.
Tantangan dalam menyediakan akses buku.
Pemerintah telah meluncurkan program Gerakan Literasi Nasional yang terdiri dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Keluarga, dan Gerakan Literasi Masyarakat dalam menumbuhkan budaya baca dan akses buku. Akan tetapi, terdapat tantangan yang membuat gerakan ini belum berhasil secara optimal. Setidaknya terdapat tiga tantangan.
Pertama, dikutip Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34 Provinsi yang dikeluarkan Kemendikbud, dari kondisi sarana dan prasarana untuk mendukung program GLS, yakni perpustakaan dan tenaga pengelola perpustakaan sekolah masih jauh dari memadai. Kondisi perpustakaan yang baik kurang dari 50% dari total jumlah perpustakaan di SD hingga SMA dan SMK.
Kedua, sekolah-sekolah yang telah melaksanakan program GLS terancam tidak bisa melanjutkan jika tidak ada sarana dan prasarana yang mendukung serta tenaga pengelolaan perpustakaan sekolah yang memadai. Ketiadaan buku baru sebagai bahan bacaan membuat ketertarikan siswa terhadap membaca hilang karena bosan. Di samping itu, ketiadaan pustakawan yang mengelola perpustakaan sekolah dapat menurunkan fungsi dan peran perpustakaan tersebut.
Ketiga, dalam ranah keluarga dan masyarakat minimnya jumlah perpustakaan umum dan toko buku menjadi tantangan. Berdasarkan data Perpustakaan Nasional tingkat ketersediaan perpustakaan secara nasional baru terpenuhi 20%.
Bahu membahu membuka akses buku bagi semua
Perlu sebuah tindakan nyata dalam mengatasi sulitnya akses buku bagi masyarakat. Perlu kerja sama dari semua kalangan baik dari pemerintah, institusi pendidikan dan masyarakat.
Peran yang dapat dilakukan pemerintah, khususnya pemerintah daerah, sesuai dengan Pasal 8 UU Nomor 43/ 2007, adalah menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata dan menyelenggarakan perpustakaan umum yang sesuai dengan daerah masing-masing.
Selain itu, meningkatkan dan memperbaiki kondisi perpustakaan sekolah. Dengan mewajibkan sekolah melakukan pengembangan perpustakaan melalui penyisihan anggaran dana BOS. Dalam permendikbud masih belum ada kewajiban hal tersebut yang ada hanya berupa anjuran. Dengan mewajibkannya, sekolah dapat mempunyai prioritas dalam pengembangan perpustakaan.
Hal lain yang bisa dilakukan dapat kita contoh dari program Pemkot Surabaya, yang mendirikan perpustakaan di taman kota serta mendukung berdirinya ratusan taman bacaan di tingkat Rukun Warga (RW) agar akses buku dapat sampai lingkup masyarakat terkecil. Selain itu, merekrut tenaga honor dalam pengelolaan perpustakaan sekolah dan taman bacaan yang dibiayai oleh APBD Surabaya.
Hal yang tak boleh dilupakan adalah bagaimana menarik masyarakat untuk datang ke perpustakaan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan kegiatan yang edukatif, menarik, dan menyenangkan. Seperti kegiatan bedah buku, pembacaan dongeng untuk anak, pembacaan puisi, seminar, atau kompetisi menulis.
Peran institusi pendidikan salah satunya sekolah adalah dengan membuka program donasi buku baik dari orang tua siswa, dari siswanya sendiri, atau alumni. Bahkan, bagi dari masyarakat sekitar sekolah.
Terakhir masyarakat, komunitas adalah kunci utama dalam membantu pemenuhan akses buku. Di Indonesia, ada kelompok masyarakat yang berusaha mewujudkan hal ini dengan membangun taman baca di teras, garasi, ataupun bangunan sederhana atau membawa buku dengan kendaraan seperti sepeda, becak, hingga perahu.
Akses buku yang sulit tentunya harus menjadi perhatian semua pihak. Buku merupakan hal yang krusial bagi manusia ada banyak pelajaran dan pesan yang dapat menjadi refleksi manusia dalam proses kehidupan dan bertumbuhnya. Selain itu, buku juga menjadi pembuka wawasan akan ilmu pengetahuan dan sudut pandang yang dapat membangun manusia dan sesamanya.
Seperti yang pernah dikatakan Sindhunata, seorang budayawan, “ Hidup yang berkaki kuat adalah hidup yang tidak sempit dan berani menjelajah. Namun bagaimana kita tahu akan yang luas, dan inspirasi untuk penjelajahan, jika kita tidak membaca?”
Referensi:
Fadhilah, U. N., & Maharani, E. (2016, September 28). Pemerintah Membiarkan Harga Buku Semakin Mahal. Republika. Retrieved 2020, dari https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/16/09/28/oe7sjz335-pemerintah-membiarkan-harga-buku-semakin-mahal
Nihayah, R. W., & Revina, S. (2020, September 11). Kurangnya Perpustakaan dan Bacaan Berkualitas Sebabkan Indonesia Darurat Literasi. The Conversation. Retrieved 2020, dari https://theconversation.com/kurangnya-perpustakaan-dan-bacaan-berkualitas-sebabkan-indonesia-darurat-literasi-145857
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019). Indeks Aktivitas Literasi Membaca. Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. http://repositori.kemdikbud.go.id/13033/1/Puslitjakdikbud_Indeks
Revina. Shintia. (2019, Desember 06). Skor Siswa Indonesia dalam Penilaian Global PISA Melorot, Kualitas Guru dan Disparitas Mutu Penyebab Utama. The Convertation. Diperoleh 2021.
Комментарии